Hiruk pikuk manusia berpesta
Kulihat gambar wajah di jalan jalan
Kudengar orang bicara tentang seseorang
Mereka tidak tahu, siapa dia?
Dengan wajah memelas dia sapa penduduk negeri
Senyum manis Janji manis alam angan yang tercipta
Istriku membeli gula diwarung sebelah rumah, seperempat kilo
Sementara otakku dijejali gambar wajah disepanjang jalan
Aku bertanya kapankah aku memasuki alam angan ku?
Istriku mengantarkan kopi hitam yang tidak terlalu manis
Terbayang lagi wajahnya di cangkirku, janjinya terdengar diantara benturan sendok dan cangkir
Ada arus besar melintas di negeriku
Wajah wajah yang polos terseret dengan mata dan telinga yang tertutup
Siapa? Mengapa? Apa yang akan diperbuat? Apa yang sedang diperbuat ?
Semakin hari semakin kuat, semakin hari semakin banyak
Mereka kira arus itu dapat mengantarkan ke alam angan
Mereka dipasung oleh telinganya, dibelenggu oleh matanya
Otaknya hanya diam, dia lemah, lelah, karena tidak pernah dipercaya
Kulihat wajah wajah tersenyum disepanjang jalan
senyuman hambar, tanpa makna
Ketika demokrasi sudah dikalkulasi dengan debet, kredit dan saldo
Ketika nasib rakyat telah diperhitungkan dengan break even point
Sementara kelaparan dan ketentraman harus diseimbangkan dengan cash flow
Apa yang terjadi diluar sana
Hiruk pikuk manusia berpesta
Memuja manusia yang tidak dikenalnya
Penjelmaan dewa, mewujudkan kesejahteraan
Sementara dibelakangnya para cukong berdiskusi untung dan rugi
Kisah kemiskinan tersimpan rapi diantara buku tabungan
Dan rakyat sangat puas disuapi rekayasa dan kebohongan
No comments:
Post a Comment